Kamis, 10 November 2011

Manusia dan Kebudayaan

Manusia dan Kebudayaan

Banyak pakar dalam bidang sosial mendefinisikan kebudayaan secara istilah, diantaranya dua antropolog Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski yang mengemukakan bahwa Cultural Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain (superorganic). Karena pengertian kebudayaan meliputi berbagai bidang, maka sulit ditentukan arti dari kebudayaan. Contohnya dalam keseharian, istilah kebudayaan diartikan dengan kesenian, entah seni suara, tari, wayang, dsb.
Jika dikaji dari asal kata yaitu bahasa sansekerta, buddhayah sebagai bentuk jamak dari buddhi yang artinya budi atau akal (Koentjaraningrat, 1974: 80). Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
12. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat.
13. Andreas Eppink
Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
14. Sutan Takdir Alisyahbana
Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.
15. A. L Kroeber dan C. Kluckhohn
Kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
16. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149)
Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
17. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu- Zain)
Kebudayaan adalah, 1 segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budinya; 2 peradaban sebagai hasil akal budi manusia; 3 ilmu pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberikan manfaat kepadanya.
Kebudayaan juga merupakan sistem nilai dan gagasan utama yang vital karena memberikan pola untuk bertingkah laku kepada masyarakatnya atau memberi seperangkat model untuk bertingkah laku. Pada hakekatnya sistem nilai dan gagasan utama ini diperinci oleh sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi.
Sistem ideologi meliputi etika, norma, adat istiadat, peraturan hukum yang berfungsi sebagai pengarahan untuk sistem sosial dan berupa interpretasi operasional dari sistem nilai dan gagasan utama. Sistem sosial meliputi hubungan dan kegiatan sosial di dalam masyarakat, baik dengan kerabat, masyarakat luas, bahkan pemimpin. Sistem teknologi meliputi segala perhatian serta penggunaannya.

 Sumber : wikipedia-google.com

Manusia dan Cinta Kasih

Manusia Dan Cinta.

Manusia dan Cinta
“Cinta Itu Indah, Minke, Terlalu indah, yang bisa didapatkan didalam hidup manusia yang pendek ini… Tak ada cinta muncul mendadak karena dia anak kebudayaan, bukan batu dari langit”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
Di era modern ini istilah “Cinta” seakan-akan sudah menjelma menjadi suatu kata yang sarat unsure komersialitas. “Cinta” sekarang memiliki arti yang lebih sempit di pola pikir muda-mudi masa kini. Sudahlah bukan kata yang asing kata “Cinta” kini sudah bukan sekedar bumbu pemanis melainkan sudah menjadi komoditi utama untuk meningkatkan daya jual suatu karya, baik itu novel, film ataupun lagu.
Karena hal-hal tersebut saya merasakan bahwa sudah saatnya mengembalikan perdebatan tentang apa itu “Cinta.
Karl Marx  menerangkan dalam buku karyanya, Manuskrip Ekonomi dan Filsafat;
“.. Kemudian cinta hanya dapat ditukar dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan, dan sebagainya. Jika anda ingin mempengaruhi orang lain, anda harus memiliki pengaruh yang menstimulasi dan mampu memberi semangat pada orang lain. Setiap hubungan yang anda miliki dengan orang lain dan dengan alam pasti merupakan ungkapan khusus yang nyata. Jika anda mencintai tanpa membangkitkan cinta, yakni jika anda tidak dapat memanifestasikan diri anda sebagai orang yang mencintai dan membuat diri anda sebagai orang yang dicintai, maka cinta anda tumpul dan mengenaskan.”
Sebelum membaca kalimat-kalimat dalam buku tersebut saya menganggap bahwa kata “Cinta” merupakan hal yang tabu bagi kaum Marxist untuk membicarakan hal tersebut, karena dikalangan kiri (radikal) mengartikan “Cinta” Sebagai suatu konsep yang melemahkan.
Che Guevara, seroang tokoh revolusioner pun tidak tabu dengan kata “Cinta”. Ia pun pernah mengutik kata cinta ketika berkata, “Tingkatan Cinta yang tertinggi adalah revolusi”. Dari situ lah saya yakin bahwa “Cinta” bukan hanya suatu hal yang melemahkan namun menguatkan.
Karena itulah penting mengetauhi apakah “Cinta” itu? Mengapa kita begitu ingin dekat dan mengalami pengalaman bersama orang lain? dan tentunya semua pertanyaan membangkitkan rasa ingin tahu atas apa yang ada dibalik itu semua.
Seorang pemikir Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving menegaskan relevansi Cinta sebagai solusi bagi masyarakat kapitalis modern yang telah terdisintregasi dalam ketimpangan social. Bagi Fromm, disintegrasi itu adalah cerminan dari eksistensi manusia yang tidakdapat mengatasi keterpisahan ketika cinta itu sendiri tidak mungkin dibahas tanpa menganalisis eksistensi manusia itu sendiri. Ia pun menuliskan, “Teori apa pun tentang Cinta harus dimulai dengan teori eksistensi manusia”. Teori tentang hubungan antar sesame manusia harus dibahas dengan melibatkan eksistensi naluriahnya.
Manusia memilik dua sisi naluriah yaitu Eros dan Thanatos. Eros merupakan naluri untuk menyatukan diri karena pada dasarnya keberadaan kita ini adalah materi, tubuh dengan hubungan antar materi, dari sel hingga organ yang kesemuanya berkesinambungan membentuk suatu sistem yang membentuk kerja tubuh yang hidup, Manusia merupakan materi dans setiap materi terbentuk dari kesatuan atom, karena itulah manusia memiliki kecenderungan untuk menyatukan dan merasakan kebersamaan dalam satu inilah yang membuat manusia ingin membangun suatu kelompok.
Sedangkan Thanatos merupakan naluri yang berlawanan dengan Eros. Thanatos merupakan naluri kematian (berbeda dengan Eros yang merupakan naluri kehidupan). Bila Eros merupakan naluri untuk menyatukan diri maka Thanatos merupakan naluri penghancuran, memisahkan diri atau lebih konkret naluri agresi. Hal ini dianalogikan ketika sel-sel manusia mulai rusak maka sel-sel tersebut akan dikeluarkan oleh tubuh melalui suatu proses. Manifestasi sikap dari Thanatos adalah kecenderungan untung menghancurkan atau merusak hal-hal yang ada disekitarnya.
Kedua naluri ini sama-sama terus menerus berusaha menguasai/mengendalikan manusia. Sulit untuk membedakan antara keduanya. Tarik menarik antara kedua naluri ini lah yang membuat manusia merasa gundah, resah dan lebih banyak dikuasai oleh tindakan yang tidak disadari dan tidak rasional.
Hal tersebut menurut Sigmund Freud merupakan suatu kondisi dimana alam bawah sadar menguasai alam sadar manusia. Tindakan-tindakan spontan dan tidak rasional yang merupakan manifestasi dari kedua naluri tersebut tentunya harus ditekan. Menurut Freud manusia memiliki suatu mekanisme pengontrol nafus seksualitas (Eros) dan agresi (Thanatos) yang membedakan diri manusia dengan binatang.
Dari sinilah saya (penulis) beranggapan bahwa “Cinta” merupakan sesuatu hal yang harus dikontrol dan tidak dibiarkan terus menerus membiarkan alam bawah sadar kita mengambil alih tindakan manusia. Karena hal tersebut tentunya akan menganggu rasionalitas kita terhadap segala perbuatan dan tindakan.
Lalu bagaimanakah kita membuat “Cinta” sebagai sesuatu yang menguatkan tanpa harus mengorbankan rasionalitas kita untuk ditukarkan dengan naluri (insting) yang melekat di jiwa manusia?. Sebuah pertanyaan yang terkesan simpel namun memiliki jawaban yang perlu kita telaah kembali kebenaranya.

sumber : wikipedia-google.com

Minggu, 06 November 2011

sejarah sepak bola

Menurut Bill Muray, pakar sejarah sepak bola, dalam bukunya The World Game: A History of Soccer, sepak bola sudah dimainkan sejak awal Masehi. Saat itu, orang-orang di era Mesir Kuno sudah mengenal permainan membawa dan menendang bola yang dibuat dari buntalan kain linen. Sejarah Yunani Purba juga mencatat ada sebuah permainan yang disebut episcuro, permainan menggunakan bola. Bukti itu tergambar pada relief-relief di dinding museum yang melukiskan anak muda memegang bola bulat dan memainkannya dengan paha.

Sepak bola juga disebut-sebut berasal dari daratan Cina. Dalam sebuah dokumen militer disebutkan, sejak 206 SM, pada masa pemerintahan Dinasti Tsin dan Han, orang-orang sudah memainkan permainan bola yang disebut tsu chu. Tsu mempunyai arti "menerjang bola dengan kaki". Sedangkan chu, berarti "bola dari kulit dan ada isinya". Mereka bermain bola yang terbuat dari kulit binatang dengan cara menendang dan menggiringnya ke sebuah jaring yang dibentangkan pada dua tiang.

Jepang pun tidak mau ketinggalan. Sejak abad ke-8, konon masyarakatnya sudah mengenal permainan ini. Mereka menyebutnya sebagai Kemari. Bolanya terbuat dari kulit kijang berisi udara.

Yang menarik, ada legenda pada abad pertengahan. Konon saat itu, seluruh desa mengikuti satu permainan bola. Bola yang terbuat dari tengkorak, ditendang satu diantara warga ke arah desa tetangga. Kemudian, oleh si penerima bola di desa itu, bola dilanjutkan ditendang ke desa selanjutnya.