Kamis, 10 November 2011

Manusia dan Cinta Kasih

Manusia Dan Cinta.

Manusia dan Cinta
“Cinta Itu Indah, Minke, Terlalu indah, yang bisa didapatkan didalam hidup manusia yang pendek ini… Tak ada cinta muncul mendadak karena dia anak kebudayaan, bukan batu dari langit”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
Di era modern ini istilah “Cinta” seakan-akan sudah menjelma menjadi suatu kata yang sarat unsure komersialitas. “Cinta” sekarang memiliki arti yang lebih sempit di pola pikir muda-mudi masa kini. Sudahlah bukan kata yang asing kata “Cinta” kini sudah bukan sekedar bumbu pemanis melainkan sudah menjadi komoditi utama untuk meningkatkan daya jual suatu karya, baik itu novel, film ataupun lagu.
Karena hal-hal tersebut saya merasakan bahwa sudah saatnya mengembalikan perdebatan tentang apa itu “Cinta.
Karl Marx  menerangkan dalam buku karyanya, Manuskrip Ekonomi dan Filsafat;
“.. Kemudian cinta hanya dapat ditukar dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan, dan sebagainya. Jika anda ingin mempengaruhi orang lain, anda harus memiliki pengaruh yang menstimulasi dan mampu memberi semangat pada orang lain. Setiap hubungan yang anda miliki dengan orang lain dan dengan alam pasti merupakan ungkapan khusus yang nyata. Jika anda mencintai tanpa membangkitkan cinta, yakni jika anda tidak dapat memanifestasikan diri anda sebagai orang yang mencintai dan membuat diri anda sebagai orang yang dicintai, maka cinta anda tumpul dan mengenaskan.”
Sebelum membaca kalimat-kalimat dalam buku tersebut saya menganggap bahwa kata “Cinta” merupakan hal yang tabu bagi kaum Marxist untuk membicarakan hal tersebut, karena dikalangan kiri (radikal) mengartikan “Cinta” Sebagai suatu konsep yang melemahkan.
Che Guevara, seroang tokoh revolusioner pun tidak tabu dengan kata “Cinta”. Ia pun pernah mengutik kata cinta ketika berkata, “Tingkatan Cinta yang tertinggi adalah revolusi”. Dari situ lah saya yakin bahwa “Cinta” bukan hanya suatu hal yang melemahkan namun menguatkan.
Karena itulah penting mengetauhi apakah “Cinta” itu? Mengapa kita begitu ingin dekat dan mengalami pengalaman bersama orang lain? dan tentunya semua pertanyaan membangkitkan rasa ingin tahu atas apa yang ada dibalik itu semua.
Seorang pemikir Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving menegaskan relevansi Cinta sebagai solusi bagi masyarakat kapitalis modern yang telah terdisintregasi dalam ketimpangan social. Bagi Fromm, disintegrasi itu adalah cerminan dari eksistensi manusia yang tidakdapat mengatasi keterpisahan ketika cinta itu sendiri tidak mungkin dibahas tanpa menganalisis eksistensi manusia itu sendiri. Ia pun menuliskan, “Teori apa pun tentang Cinta harus dimulai dengan teori eksistensi manusia”. Teori tentang hubungan antar sesame manusia harus dibahas dengan melibatkan eksistensi naluriahnya.
Manusia memilik dua sisi naluriah yaitu Eros dan Thanatos. Eros merupakan naluri untuk menyatukan diri karena pada dasarnya keberadaan kita ini adalah materi, tubuh dengan hubungan antar materi, dari sel hingga organ yang kesemuanya berkesinambungan membentuk suatu sistem yang membentuk kerja tubuh yang hidup, Manusia merupakan materi dans setiap materi terbentuk dari kesatuan atom, karena itulah manusia memiliki kecenderungan untuk menyatukan dan merasakan kebersamaan dalam satu inilah yang membuat manusia ingin membangun suatu kelompok.
Sedangkan Thanatos merupakan naluri yang berlawanan dengan Eros. Thanatos merupakan naluri kematian (berbeda dengan Eros yang merupakan naluri kehidupan). Bila Eros merupakan naluri untuk menyatukan diri maka Thanatos merupakan naluri penghancuran, memisahkan diri atau lebih konkret naluri agresi. Hal ini dianalogikan ketika sel-sel manusia mulai rusak maka sel-sel tersebut akan dikeluarkan oleh tubuh melalui suatu proses. Manifestasi sikap dari Thanatos adalah kecenderungan untung menghancurkan atau merusak hal-hal yang ada disekitarnya.
Kedua naluri ini sama-sama terus menerus berusaha menguasai/mengendalikan manusia. Sulit untuk membedakan antara keduanya. Tarik menarik antara kedua naluri ini lah yang membuat manusia merasa gundah, resah dan lebih banyak dikuasai oleh tindakan yang tidak disadari dan tidak rasional.
Hal tersebut menurut Sigmund Freud merupakan suatu kondisi dimana alam bawah sadar menguasai alam sadar manusia. Tindakan-tindakan spontan dan tidak rasional yang merupakan manifestasi dari kedua naluri tersebut tentunya harus ditekan. Menurut Freud manusia memiliki suatu mekanisme pengontrol nafus seksualitas (Eros) dan agresi (Thanatos) yang membedakan diri manusia dengan binatang.
Dari sinilah saya (penulis) beranggapan bahwa “Cinta” merupakan sesuatu hal yang harus dikontrol dan tidak dibiarkan terus menerus membiarkan alam bawah sadar kita mengambil alih tindakan manusia. Karena hal tersebut tentunya akan menganggu rasionalitas kita terhadap segala perbuatan dan tindakan.
Lalu bagaimanakah kita membuat “Cinta” sebagai sesuatu yang menguatkan tanpa harus mengorbankan rasionalitas kita untuk ditukarkan dengan naluri (insting) yang melekat di jiwa manusia?. Sebuah pertanyaan yang terkesan simpel namun memiliki jawaban yang perlu kita telaah kembali kebenaranya.

sumber : wikipedia-google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar